`[PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Konsepsi
puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit
sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang
dilakukan pada bulan ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah
menahan diri untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Selain
itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain yang
berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat
digambarkan pada konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan
kemungkinan adanya tenggang rasa antar umat manusia.
Pengkajian
tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh
kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya
dan sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi
acuan bagi muslim dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari.
Dengan pengertian lain puasa dapat dijadikan pedoman hidup.
B. RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana Pengertian puasa ?
B.
Bagaimana syarat dan rukun puasa ?
C.
bagaimana Puasa Sunat dan hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa?
D.
Bagaimana menentukan hilal ?
E.
Bagaimana Hikmah berpuasa?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. PENGETIAN PUASA
Menurut
bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut syara’
(ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari
mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan
disertai niat dan syarat “tertentu”
Puasa
adalah ibadah pokok yang di tetapkan sebagain salah satu rukun Islam atau rukun
Islam yang ketiga. Puasa dalam bahasa arab secara arti kata bermakna menahan
dan diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari berbicara .
Dan
secara terminology (Istilah) para ulama mengartikan puasa adalah menahan diri
dari segala makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Kaum Muslimin
diwajibkan puasa Ramadan yang lamanya sebulan yang dilaksanakan setiap harinya
dari terbit fajar pagi hingga terbenam matahari.
Berdasarkan
berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa puasa pada dasarnya mengandung
pengertian menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh
syariat agama. Dasar hukum Puasa tersebut dinyatakan berdasarkan sabda Nabi
yang dinyatakan dalam hadist bahwa Islam di bangun atas lima tiang
(Rukun Islam).
عن أبي عبد الرحمن عبد الله بن عمر بن الخطاب رضي الله عنهما
قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : بني الإسلام على خمسٍ ؛ شهادة أن
لا إله إلا الله وأن محمداً رسول الله ، وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة ، وحج البيت ،
وصوم رمضان
Artinya :
Dari Abu Abdirrahman, Abdullah
bin Umar bin Al-Khathabradhiallahu 'anhuma berkata : Saya mendengar
Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas lima perkara yaitu
bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara benar kecuali Allah
dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,
mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan ramadhan". [HR
Bukhari no. 8, Muslim no. 16]
Dan
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183, Artinya :
Hai orang-orang yang beriman
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.(Albaqarah 183).
Puasa
dalam syariat islam di klasifikasikan menjadi dua macam, yakni puasa wajib dan
puasa sunnah.
Ada
tiga kategori yang termasuk puasa wajib, yaitu ;
- Wajib
karna waktu yang telah di tetapkan, yakni puasa Ramadhan.
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan
berdasarkan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
– yâ ayyuhal-ladzîna âmanûkutiba
‘alaykumush-shiyâmu kamâ kutiba ‘alal-ladzîna min qoblikum la’allakum tattaqûn
–
Wahai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu, agar kamu terhindar dari keburukan rohani dan jasmani (QS. Al Baqarah: 183).
– syahru Romadhônal-ladzî unzila
fîhil-qurânu hudal-lin-nâsi wa bayyinâtim-minal-hudân wal-furqôn(i). Faman
syahida min(g)kumusy-syahro falyashumh(u). wa man(g) kâna marîdhon aw ‘alâ
safari(g) fa’iddatum-min ayyâmin ukhor. Yurîdullohu bikumul-yusro wa lâ yurîdu
bikumul-‘usro wa litukmilul-‘iddata walitukabbirulloha ‘alâ mâ hadâkum wa
la’allakum tasykurûn –
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqoroh: 185)
2. Wajib
karna suatu sebab tertentu, puasa kifarat.
Puasa
kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap
suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga
mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan, bentuk
pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
• Apabila seseorang melanggar
sumpahnya dan ia tidak mampu memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang
miskin atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus melaksanakan puasa
selama tiga hari.
• Apabila seseorang secara sengaja
membunuh seorang mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah (tebusan)
atau memerdekakan roqobah maka ia harus berpuasa dua bulan berturut-turut (An
Nisa: 94).
• Apabila dengan sengaja membatalkan
puasanya dalam bulan Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia
harus membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60 hari.
• Barangsiapa yang melaksanakan
ibadah haji bersama-sama dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban,
maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan tujuh hari sesudah ia
sampai kembali ke rumah. Demikian pula, apabila dikarenakan suatu mudharat
(alasan kesehatan dan sebagainya) maka berpangkas rambut, (tahallul) ia harus
berpuasa selama 3 hari.
3. Wajib
karna seseorang mewajibkan puasa atas dirinya, puasa nadzar.
Puasa
nadzar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan, begitu juga tidak
disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan manusia sendiri yang telah
menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau
mengadakan janji pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan
keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian hari.
Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila
tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia
pada hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus mengqadha
pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia
bertanggung jawab mengqadhanya.
B. SYARAT WAJIB PUASA DAN
RUKUN PUASA
a. Syarat Wajib Puasa :
1. Beragama islam,
2. Baligh dan berakal,
3. Suci dari haidh dan nifas (ini
tertentu bagi wanita),
4. Kuasa (ada kekuatan). Kuasa
disini artinya tidak sakit dan bukan yang sudah tua.
b. Rukun Puasa :
Rukun
puasa ada tiga, dua diantaranya telah disepakati, yaitu waktu dan menahan
diri (imsak) dari perkara yang membatalkan, sedangkan rukun satu lainnya masih
diperselisihkan yaitu niat.
1. Waktu
Waktu
dibagi menjadi dua, yaitu waktu wajibnya puasa yakni bulan Ramadhan, dan Waktu
menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa yaitu waktu-waktu
siang hari bulan ramadhan. Bukan waktu-waktu malamnya.
2. Menahan
diri dari perkara yang membatalkan
Meninggalkan
segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar shidiq hingga terbenam
matahari.
· Hal-Hal
yang membatalkan puasa
1. Memasukkan
sesuatu kedalam lubang rongga badan dengan sengaja.
2. Muntah
dengan sengaja.
3. Haid
dan Nifas.
4. Jima’
pada siang hari dengan sengaja.
5. Gila
walau sebentar.
6. Mabuk
atau pinsan sepanjang hari.
7. Murtad.
Disamping
itu, ada keringanan yang diberikan oleh islam kepada umat muslim untuk tidak
berpuasa, yakni mencakup dua golongan :
· Beleh
meninggalkan puasa tetapi wajib mengqadha
Yang termasuk dalam golongan ini
yaitu :
a. Orang
yang sedang sakit dan sakitnya akan memberikan mudharat baginya apabila
mengerjakan puasa.
b. Orang
yang berpergian jauh atau musafir sediktnya sejauh 81 KM.
c. Orang
yang hamil dan di khawatirkan akan mudharat baginya dan kandungannya.
d. Orang
yang sedang menyusui anak yang dapat mengkhawatirkan/memudharatkan baginya dan
anaknya.
e. Orang
yang sedang haid, melahirkan atau nifas.
· Orang-orang
yang tidak wajib qadha namun wajib membayar fidyah
a. Orang
yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh.
b. Orang
yang lemah karna sudah tua.
Yaitu
memberi makanan kepada fakir miskin sebanyak hari yang telah di tinggalkan
puasanya, satu hari satu mud (576 Gram) berupa makanan pokok.
3. Niat
Niat, yaitu menyengaja puasa
ramadhan setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar shadiq. Artinya pada
malam harinya dalam hati telah tergetar (berniat) bahwa besok harinya akan
mengerjakan puasa ramadhan.
Adapun puasa sunnah boleh dilakukan
pada pagi harinya :
وَعَنْ حَفْصَةَ أُمِّ
اَلْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, عَنِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
قَالَ: ( مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ اَلصِّيَامَ قَبْلَ اَلْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
) رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَمَالَ النَّسَائِيُّ وَاَلتِّرْمِذِيُّ إِلَى
تَرْجِيحِ وَقْفِهِ, وَصَحَّحَهُ مَرْفُوعًا اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَابْنُ حِبَّانَ.
وَلِلدَّارَقُطْنِيِّ: ( لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنَ اَللَّيْلِ)
Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa tidak berniat
puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya." Riwayat Imam Lima.
Tirmidzi dan Nasa'i lebih cenderung menilainya hadits mauquf. Ibnu Khuzaimah dan
Ibnu Hibban menilainya shahih secara marfu'. Menurut riwayat Daruquthni:
"Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa wajib semenjak
malam."
C. SUNAT PUASA DAN PUASA
SUNAT
Sunat
puasa :
1. Makan
sahur meski sedikit.
2. Mengakhirkan
makan sahur.
12.0pt;
line-height: 150%; mso-ascii-theme-font: major-bidi; mso-bidi-theme-font:
major-bidi; mso-fareast-font-family: "Times New Roman";
mso-fareast-theme-font: major-bidi; mso-hansi-theme-font:
major-bidi;">3. Menyegerakan berbuka.
4. Membaca
doa ketika berbuka puasa.
5. Menjauhi
dari ucapan yang tidak senonoh.
6. Memperbanyak
amal kebajikan.
7. Memperbanyak
I’tikaf di masjid.
Puasa
Sunat :
Puasa
sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan
apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1. Puasa
hari Arafah (9 Dzulhijjah/ selain mereka yang berhaji)
2. Puasa
6 hari dalam bulan syawal
وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ اَلْأَنْصَارِيِّ
رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ, ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ اَلدَّهْرِ
) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Ayyub
Al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Barangsiapa shaum Ramadhan, kemudian diikuti dengan shaum enam
hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti shaum setahun." Riwayat Muslim.
3. Puasa tanggal 13,14,
dan 15 pada tiap-tiap bulan Qamariah
4. Puasa hari senin dan kamis
5. Puasa pada bulan Dzulhijjah,
Dzulqaidah, Rajab, Sya’ban dan 10 Muharram
6. puasa nabi Daud As.
Selaian
hari yang disunnahkan berpuasa, ada juga hari-hari yang di haramkan dan
dimakruhkan untuk berpuasa :
Hari-hari
yang di haramkan berpuasa
1. Hari
raya Idul Fitri yaitu satu syawal dan Hari Raya Idul Adha yaitu 10 dzulhijjah.
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه ( أَنَّ
رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ: يَوْمِ
اَلْفِطْرِ وَيَوْمِ اَلنَّحْرِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
Dari Abu Said Al-Khudry
bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang shaum pada dua hari,
yakni hari raya Fithri dan hari raya Kurban. Muttafaq Alaihi
2. Berpuasa
pada hari-hari tasyriq yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
وَعَنْ نُبَيْشَةَ اَلْهُذَلِيِّ رضي
الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَيَّامُ
اَلتَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ, وَذِكْرٍ لِلَّهِ تعَالى ) رَوَاهُ
مُسْلِمٌ
Dari Nubaitsah
al-Hudzaliy Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum serta
berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla." Riwayat Muslim.
Hari-hari yang di
makruhkan berpuasa
1. Hari
jum’at, kecuali telah berpuasa sejak hari sebelumnya.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ
يَوْمَ اَلْجُمُعَةِ, إِلَّا أَنْ يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ, أَوْ يَوْمًا
بَعْدَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu shaum pada hari Jum'at,
kecuali ia shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." Muttafaq
Alaihi.
.
D. KETETAPAN HILAL
Hilal
ramadhan ditetapkan dengan cara–cara sebagai berikut:
a. Penglihatan
Mata (Rukyah)
Yaitu
cara menetapkan awal bulan qomariah dengan jalan melihat atau menyaksikan
dengan mata lahir munculnya bulan sabit (hilal) beberapa derajat di ufuk barat.
َوَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: (
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا, وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ
عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Ibnu Umar Radliyallaahu
'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) shaumlah, dan
apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi
kalian maka perkirakanlah." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim:
"Jika awan menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari."
Menurut riwayat Bukhari: "Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi
tigapuluh hari."
b. Syiya’
(Ketenaran)
Yang
dimaksud dengan syiya adalah hilal dapat ditetapkan dengannya , bukanlah
berpuasanya sekelompok orang atau penduduk suatu tempat berdasarkan pada
keputusan seseorang yang baik bahwa besok masih ramadhan, atau tidak
berpuasanya mereka itu berdasarkan ketentuan itu bahwa besok sudah syawal.
Tetapi syiya adalah hendaknya hilal dilihat oleh umum, bukan satu orang saja.
c. Menyempurnakan
Bilangan
Diantara
cara menetapkan hilal, ialah menyempurnakan bilangan. Bulan Qamariyah manapun,
apabila awal harinya telah diketahui maka dia akan habis dengan berlalunya 30
hari. Hari berikutnya berarti sudah masuk bulan berikutnya, sebab jumlah hari
bulan Qamariyah tidak akan lebih dari 30 dan tidak kurang dari 29 hari. Jika
awal Syaban telah diketahui maka hari ke-31 nya pasti sudah masuk satu ramadhan
. Demikian pula jika telah kita ketahui awal ramadhan maka hari ke-31 nya bisa
kita pastikan sebagai tanggal 1 syawal.
d. Bayyinah
Syar’iyyah(Bukti Syar’i)
Hilal
bisa juga dipastikan dengan kesaksian dua orang lelaki yang adil (inilah yang
disebut bayyinah syar’iyyah), dan juga kesaksian para perempuan yang terpisah
dengan lelaki ataupun bergabung dengan mereka. Siapa saja yang yakin akan
keadilan dua orang saksi tersebut maka ia harus mengamalkannya.
E. HIKMAH PUASA
Adapun
hikmah dari berpuasa yaitu :
a. Menumbuhkan
nilai-nilai persamaan selaku hamba Allah, karena sama-sama memberikan rasa
lapar dan haus serta ketentuan-ketentuan lainnya.
b. Menumbuhkan
rasa perikemanusian dan suka member, serta peduli terhadap orang-orang yang tak
mampu.
c. Memperkokoh
sikap tabah dalam menghadapi cobaan dan godaan, karna dalam berpuasa harus
meninggalkan godaan yang dapat membatalkan puasa.
d. Menumbuhkan
sikap amanah (dapat dipercaya), karna dapat mengetahui apakah seseorang melakukan
puasa atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
e. Menumbuhkan
sikap bersahabat dan menghindari pertengkaran selama berpuasa seseorang tidak
diperbolehkan saling bertengkar.
f. Menanamkam
sikap jujur dan disiplin.
g. Mendidik
jiwa agar dapat menguasai diri dari hawa nafsu, sehingga mudah menjalankan
kebaikan dan meninggalkan keburukan.
h. Meningkatkan
rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah.
i. Menjaga
kesehatan jasmani.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut
bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut syara’
(ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari
mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan
disertai niat dan syarat tertentu “.
Adapun
hikmah dari berpuasa yaitu :
a. Menumbuhkan
nilai-nilai persamaan selaku hamba Allah, karena sama-sama memberikan rasa
lapar dan haus serta ketentuan-ketentuan lainnya.
b. Menumbuhkan
rasa perikemanusian dan suka member, serta peduli terhadap orang-orang yang tak
mampu.
c. Memperkokoh
sikap tabah dalam menghadapi cobaan dan godaan, karna dalam berpuasa harus
meninggalkan godaan yang dapat membatalkan puasa.
d. Menumbuhkan
sikap amanah (dapat dipercaya), karna dapat mengetahui apakah seseorang
melakukan puasa atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
e. Menumbuhkan
sikap bersahabat dan menghindari pertengkaran selama berpuasa seseorang tidak
diperbolehkan saling bertengkar.
f. Menanamkam
sikap jujur dan disiplin.
g. Mendidik
jiwa agar dapat menguasai diri dari hawa nafsu, sehingga mudah menjalankan
kebaikan dan meninggalkan keburukan.
h. Meningkatkan
rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah.
Menjaga
kesehatan jasmani.
B. SARAN
Penulis
memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat
dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Hafidz
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam (Ebook)
Ibnu Rusyd, terjemah bidayatul mujtahid, CV.
As-Syifa semarang, 1990.
Moh Rifa’i. Ilmu Fikih Islam Lengkap, Penerbit
PT. Karya Toha Putra Semarang 1978
Babudin, fikih , PT. Wahana Dinamika
Karya, 2005.