Kelima puluh
tiga:Mengunakan Hail (Hilah) Yang Bathil Untuk Menolak Apa Yang Di bawa oleh
Para Rasul. Seperti firman Allah (QS Ali Imron:54) dan firman Allah:
“ Segolongan
(lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perhatikanlah (seolah-olah)
kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman
(sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya,
supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran).” (Ali Imron:72)
Pada matan
ini Syaikh Muhammad menyebut salah satu karakter orang-orang jahiliah adalah
mengakali atau merekayasa syari’at islam. Dalam istilah Syar’ie pebuatan ini
disebut Al-Hilah.
Para ulama
mendefinisikan Hilah dengan melakukan suatu amalan yang Zhahirnya boleh unutk
membatalkan hokum syar’ie serta memalingkannya kepada hokum yang lain.
(Al-muwafaqat,4/201)
Ibnu
Taimiyah rhm, “Menggugurkan/membatalkan kewajiban atau menghalalkan yang haram
dengan perbuatan yang tidak dimaksud untuk itu dan juga tidak disyariatkan
untuk itu.”(Maqashidusy Syari’ah, hlm.377)
Misalnya
,sesorang yang ingin berjima’ dengan istriny pada siang hari bulan Ramadhan.
Agar bisa memenuhi syahwatnya, ia melakukan safar di siang hari. Orang ini
telah mengakal-akali syariat islam. Yaitu, puasa ramadhan.
Orang ini
telah melakukan hilah. Puasa Ramadhan adalah kewajiban baginya, sedangkan safar
tidak disyariatkan untuk menggugurkan atau membatalkan kewajiban puasa.
Contoh hilah
yang sangat dimurkai oleh Allah adalah hilah yang dilakukan oleh orang-orang
Yahudi. Mereka telah mengakali larangan Allah. Kisahnya disebutkan oleh Ibnu
Katsier dalam tafsirnya,saat menafsirkan firman surat Al-Araf ayat 163-167
“Ada sebuah
perkampungan Yahudi di pinggiran pantai . Desa ini bernaman Aila. Allah
Mengkhususkan Yahudi pada hari sabtu. Pada hari sabtu mereka diperinyahkan
beribadah kepada Allah, tidak boelh melakukan hal lain. Termasuk menangkap
ikan.
Yahudi yang
tinggal di desa ini rata-rata nelayan , pencari ikan. Herannya ikan-ikan di pantai
itu hanya menampakan diri di pinggiran pantai pada hari sabtu, sedangkan di
hari lain, ikan-ikan menjauh dari pantai itu. Hanya sedikit yang tampak di
pantai.
Lalu mereka
menyiasati larangan ini dengan cara memasang perangkap pada sore jum’at dan
mengambilnya pada hari ahad. Melihat hal itu, orang-orang shaleh diantara
mereka melarangnya. Namun sebagian lain justru mengatakan “ Kenapa kalian
melarang orang-orang yang akan dihancurkan oleh Allah atau akan diazab oleh
Allah dengan azab yang sangat pedih.
Menurut Ibnu
Abbas RA, YAhudi Aila’ ini terbagi menjadi tiga kelompok; pertama, nereka yang
mengakal-akali dengan memasang jala pada sore jum’at dan mengambilnya pada hari
Ahad. Kedua, kelompok yang melarang kaumnya dari kemungkaran ini. Ketiga:
mereka menghalang-halangi kelompok kedua dari dakwah dan anhi mungkar. Semuanya
diadzab oleh Allah kecuali kelompok kedua.” (Ibnu Katsier,3/497)
Hilah Pada
Zaman Sahabat
Pada zaman
sahabat Rasulullah telah ada fatwa keharaman perbuatan hilah. Salah satunya
dalam masalah nikah. Umar RA pernah menfatwakan orang yang nikah muahlil dan
muhallil lahu. Yaitu
Seorang
perempuan yang diceraikan oleh suaminya dengan tiga kali talak dan telah habis
masa iddah, kemudian hemdak dinikahi oleh suaminya, maka ia meminta kepada seorang
laki-laki untuk menikahi istrinya. Dengan syarat agar diceraikan lagi sehingga
mantan suami pertama bisa menikahinya lagi.”
Umar RA
berkata “ Jika ada yang mendatangkan muhalil(suami kedua)dan muhalli lahu(suami
pertama) pasti keduanya akan kurajam.”(HR Ibnu Majah)
Secara umum
para ulama membagi hilah menjadi dua. Sebagaimana ditulis oleh Ibnu Qayyim al
jauziah, dalam ighatsatul lahfannya(1/339);
Pertama:
jenis yang mengantarkan kepada amalan yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan meninggalkan apa yang dilarangnya, menghentikan dari sesuatu yang
haram, memenangkan yang hak dari kezhaliman yang menghalang, membebaskan orang
yang dizhalimi dari penindasan orang-orang zhalim. Jenis ini termasuk baik dan
pelaku atau penyeru (yang mengajaknya) akan mendapat pahala.
Kedua: Yang
bertujuan untuk menggugurkan kewajiban, menghalalkan perkara yang haram,
membolak-balikkan keadaan dari orang yang teraniaya menjadi pelaku aniaya dan
orang yang zhalim seakan menjadi orang yang terzhalimi, merubah kebenaran
menjadi kebhatilan menjadi kebenaran. Jenis hilah ini , para slaf telah
bersepakat tentang kenistaannnya.
Terkait
jenis kedua ini, Ibnu Qayyim rhm menegaskan,”Di antara tipu musliahat iblis
untuk menipu islam dan kaum muslimin nadalh hilah, maker, dan penipuan yang
mengandung penghalalan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan. Perintah
dan laranganNya. (Ighasatul Lahafan, 1/338)
Contoh Hilah
Yang Haram
Hilah
seorang suami yang ingin berbuat jahat kepada istrinya, dengan berusaha
menggugurkan hak dia unutk mendapatkan warisan dari hartanya, tatkala sedang
sakit keras ia segera mentalaknya sebanyak tiga kali.
Hilah
seorang yang ingin menghindari hukuman bersetubuh pada bulan Ramadhan dengan
berpura-pura sakit atau meminum kamr terlebih dahulu, baru kemudian ia
bersetubuh dengan isterinya.
Hilah
seseorang yang ingin menggugurkan kewajiban zakat hartanya yang akan mencapai
satu tahun (masa haul), dengan menukarkannya dengan barang semisal, atau dengan
menjualnya karena takut zakat, yang kemudian uangnya dibelikan barang sejenis
atau yang lainnya. Sehingga ia akan memulai hitungan awl tahun dari barang baru
tersebut. Begitu seterusnya dan seterusnya, setiap akan mencapai waktu satu
tahun umur hartanya tersebut. Dengan berbuat seperti itu menurutnya selama ia
akan terbebas dari kewajiban zakat.
Hilah
seorang yang ingin menghalalkan zina dengan mengatakan, dirinya telah
melaksanakan kawin kontrak atau mut’ah. Padahal syarat-syarat nikah tidak dapat
terpenuhi.
Pada zaman
kotemporer ada beberapa hilah yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah modern,
sperti menyebut zina sebagai petualangan cinta, unutk menghalalkan zina agar
zina diangap biasa.
Terkadang
menyebut perlombaan syahwat dengan akademi music, pemilihan putrid atau ratu
kecantikan dan menanamkan riba dengan bunga Bank. Semuanya ditujukan agar orang
menganggap kemaksiatan ini music, pamer aurat dan sejenisnya sebagai sesuatu
yang lumrah dan wajar. Bahkan ilmiah karena dibumbui istilah akademi.
(Sumber
media islam An-Najah edisi 101)
No comments:
Post a Comment